Selasa, 18 Agustus 2009

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN APLIKASINYA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUA

• Yusti Arini

This research is aimed at applying the Cooperative Learning model in the type of Team Assisted Individualization (TAI) as an effort to increase the writing ability among the second semester students of English Educational Program of Jurai Siwo State Islamic College as well as knowing its process and results. This is a Classroom Action Research (CAR) with three cycles (12 meetings) and 35 students as the subjects. It was conducted on the basis of the CAR stages; planning, acting, discussing, and reflecting. The questionnaire and interview were also included.
The research results show that in the first cycle, a total score increase of 43,91% take place. On the contrary, in the second cycle, there is a decrease of 7,11% in the score average, and in the third cycle, there is an increase of 16,42%. The average of motivation score is 78,69, meaning that this learning model can stimulate the students’ motivation. The subjects face some difficulties in applying grammar, verb tense, and vocabularies; in adjusting the content with the outline; and in making the supporting details. They also find some problems in working together with their classmates because of several reasons.





I. PENDAHULUAN

How is writing like swimming? Human beings universally learn to walk and to talk, but that swimming and writing are culturally specific, learned behaviors. We learn to swim if there is a body of water available and usually only if someone teaches us. We learn to write if we are members of a literate society, and usually only if someone teaches us.
Kutipan paragraf di atas menggambarkan bahwa keterampilan writing – menulis – baik dalam bahasa ibu maupun dalam bahasa asing, adalah kemampuan yang harus dipelajari. Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris, berbagai keterampilan berbahasa Inggris merupakan fokus penting untuk dikuasai, di samping pengetahuan tentang bahasa Inggris itu sendiri. Demikian pula halnya dengan proses pembelajaran pada Program Studi S1 Tadris Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro, kemampuan writing merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh mahasiswa.
Berdasarkan hasil pembelajaran Writing 1 pada semester I yang lalu, masih terdapat sekitar 56% mahasiswa yang mendapatkan nilai yang kurang baik (< 70). Hasil ini menunjukkan masih ada berbagai masalah dalam proses pembelajaran writing yang harus segera diatasi. Oleh karena itu, peneliti merasa penting melakukan suatu upaya guna meningkatkan kualitas proses pembelajaran writing yaitu dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe TAI (Team Assisted Individualization) pada proses pembelajaran di kelas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe TAI dapat meningkatkan hasil belajar writing mahasiswa semester II Prodi S1 Tadris Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro, apakah penerapan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe TAI dapat menumbuhkan motivasi belajar writing mahasiswa semester II Prodi S1 Tadris Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro, dan kesulitan-kesulitan apa saja yang dihadapi mahasiswa semester II Prodi S1 Tadris Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro dalam memperoleh kemampuan writing.
Pemecahan masalah dalam penelitian ini difokuskan kepada memperbaiki kualitas pembelajaran writing di kelas dengan cara mengaplikasikan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe TAI sebagai upaya meningkatkan motivasi dan kemampuan writing mahasiswa semester II Program Studi Tadris Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro serta mendeskripsikan proses dan hasilnya.


II. KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoretis
1. Writing dan Proses Pembelajarannya
Mengapa kita harus belajar menulis dengan baik? Jawaban pertanyaan ini ada pada urgensi writing. Writing merupakan keterampilan yang harus dikuasai dan tidak hanya dipelajari di kelas karena akan dipergunakan pada berbagai bidang kehidupan nantinya. Meskipun demikian, ruang kelas merupakan tempat untuk mempelajari dan mempraktikkan keterampilan writing yang tidak hanya diperlukan pada saat perkuliahan tetapi juga pada kehidupan di masa depan.
Ada 3 pendekatan dalam proses writing; pendekatan yang difokuskan pada hasil writing (teks) dengan mengkaji teks dengan berbagai cara, pendekatan yang difokuskan pada penulisnya dan mendeskripsikan writing sebagai proses menciptakan teks, pendekatan yang difokuskan pada peran pembaca dalam proses writing, yaitu dengan menambahkan dimensi sosial pada hasil writing (teks). Sementara itu, beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menyampaikan ide-ide melalui tulisan adalah analysis, argumentation, cause and effect, classification, comparison and contrast, definition, description, and exemplification.
Pada mata kuliah Writing 2 ini materi yang dipelajari adalah tentang Forms of Writing: Narration, Description, Exposition, Argumentation, The Paragraph: Subject and Topic, Topic Sentence, Point Paragraph, Developing and Supporting Ideas: Listing, Brainstorming, Clustering, Outlining, Flow Chart, Editing, dan Letters: Business And Personal Letters.

2. Motivasi Belajar
Ada dua jenis motivasi, intrinsik dan ekstrinsik. Keduanya menyerupai dua kutub yang berada pada dua ujung suatu kontinuum kemungkinan munculnya intensitas perasaan atau dorongan, yang dimulai dari dalam diri seseorang menuju ke dorongan yang berasal dari luar. Motivasi dipicu oleh representasi-representasi kognitif (gambaran-gambaran atau penghargaan-penghargaan) yang ada pada individu mengenai situasi atau kejadian yang akan muncul pada waktu yang akan datang, atau dengan ungkapan lain motivasi adalah kondisi psikologis yang menggerakkan individu untuk melakukan tindaka demi tercapainya tujuan.
Terkait dengan pembelajaran writing, maka motivasi dapat dimaknai sebagai dorongan atau keinginan dalam diri mahasiswa untuk mencapai kualitas hasil belajar yang baik melalui berbagai upaya yang masih dalam lingkup proses belajar.

3. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang sama sekali baru bagi pengajar. Apakah model pembelajaran kooperatif itu? Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap peserta didik yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah). Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Holubec dalam Nurhadi mengemukakan bahwa belajar kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil mahasiswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Sementara itu, Bruner dalam Siberman menjelaskan bahwa belajar secara bersama merupakan kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespons manusia lain dalam mencapai suatu tujuan.
Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik mahasiswa meningkat dan mahasiswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta berkembangnya keterampilan sosial.

4. Prinsip Dasar dan Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson & Johnson , prinsip dasar dalam model pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya, setiap anggota kelompok harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama, setiap anggota kelompok harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya, setiap anggota kelompok akan dikenai evaluasi, setiap anggota kelompok berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, dan setiap anggota kelompok akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Adapun karakteristik model pembelajaran kooperatif adalah mahasiswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai; kelompok dibentuk dari beberapa mahasiswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; dan, penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar mahasiswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Terdapat 6 (enam) langkah model pembelajaran kooperatif meliputi menyampaikan tujuan dan memotivasi mahasiswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan mahasiswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok belajar, evaluasi dan pemberian umpan balik, serta memberikan penghargaan.

5. Pembentukan dan Penghargaan Kelompok
Menurut Slavin , pengajar memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes setelah mahasiswa bekerja dalam kelompok. Nilai peningkatan 5, jika nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal; nilai peningkatan 10, jika nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal; nilai peningkatan 20, jika nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal; dan nilai peningkatan 30, jika nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal.




B. Kerangka Berpikir
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memberikan landasan teoretis bagaimana peserta didik dapat sukses belajar bersama orang lain. Peserta didik tidak diajarkan untuk memandang teman-teman lainnya sebagai kompetitor untuk dikalahkan, melainkan sebagai mitra belajar yang saling mendukung. Ukuran bersaing adalah dengan diri sendiri bagaimana peserta didik dapat menghasilkan yang terbaik karena dorongan motivasi dari dalam diri. Bahkan peserta didik didorong untuk dapat memberikan kontribusi kepada rekan-rekan dengan apa yang dia miliki.
Dalam proses pembelajaran Writing 2 pada penelitian ini, model pembelajaran kooperatif diaplikasikan sebagai upaya memadukan berbagai tingkatan kemampuan dalam satu kelompok. Ini dilakukan selain agar bisa terjadi saling bantu antar anggota kelompok, juga bertujuan untuk mengasah kemampuan masing-masing anggota kelompok, baik kemampuan secara individu maupun secara berkelompok. Subjek juga dilatih untuk terampil berkomunikasi dengan rekan-rekannya, mengemukakan pendapat, ide, serta pemikirannya sebagai upaya kerjasama tim untuk menyelesaikan suatu tugas dengan lebih baik. Dengan berbagai keunggulan model pembelajaran kooperatif ini, diharapkan peserta didik akan terlibat dalam proses pembelajaran yang lebih baik sehingga kualitas kemampuannya dalam bidang akademik maupun berinteraksi dengan orang lain dapat meningkat.

C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) Tipe TAI (Team Assisted Individualization) maka kualitas proses dan hasil pembelajaran Writing 2 mahasiswa semester II Prodi S1 Tadris Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro akan meningkat.”

III. PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) dan dilaksanakan di Program Studi S1 Tadris Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro. Lokasi penelitian terletak di Jl. Ki Hajar Dewantara Kampus 15 A Metro Timur, Kota Metro, Provinsi Lampung. Kampus ini merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri yang ada di Kota Metro, sehingga sudah selayaknya berbagai kegiatan penelitian harus dilakukan guna mewujudkan kehidupan kampus yang lebih dinamis.
Pelaksanaan penelitian dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan penulisan laporan penelitian memakan waktu selama 6 (enam) bulan, yaitu dari bulan Maret sampai dengan September 2008. Pelaksanaan tindakan atau pengaplikasian model pembelajaran di dalam kelas sendiri dilakukan sebanyak 3 (tiga) siklus. Masing-masing siklus memakan waktu 1 (satu) bulan atau 4 (empat) kali pertemuan sehingga secara keseluruhan jumlah pertemuan adalah sebanyak 12 (dua belas) kali.
Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa semester II Program Studi S1 Tadris Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro Tahun Akademik 2007/2008, Kelas B dengan jumlah mahasiswa sebanyak 35 orang. Kelas ini dipilih karena memiliki nilai rata-rata Writing 1 yang paling rendah di antara 4 (empat) kelas pada angkatan yang sama. Selain itu, menurut pengamatan peneliti, mahasiswa pada kelas ini cenderung pasif dan kurang partisipatif dalam proses pembelajaran.
Langkah-langkah di dalam penelitian ini didasarkan kepada model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dikembangkan oleh Lewis dalam Rochiati Wiriatmaja yang meliputi identifikasi gagasan/permasalahan umum, pengecekan di lapangan (reconnaissance), perencanaan umum, langkah tindakan pertama, implementasi tindakan pertama, evaluasi, dan revisi perencanaan umum. Model pembelajaran kooperatif yang diterapkan pada penelitian ini adalah Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe TAI (Team Assisted Individualization yang dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual.

A. Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
Siklus I dilaksanakan pada tanggal 27 Maret, 3 April, 10 April, dan 17 April tahun 2008. Kompetensi yang difokuskan pada siklus I ini adalah “Mahasiswa mampu menguraikan theme menjadi topic, subtopic, details, dan membuat topic sentence untuk sebuah paragraph.” Kegiatan pada siklus I meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan monitoring, refleksi hasil pengamatan, dan revisi perencanaan tindakan.

B. Pelaksanaan Pembelajaran pada Siklus II
Siklus II dilaksanakan sebanyak 4 (empat) kali pertemuan yaitu pada tanggal 15 Mei, 22 Mei, 29 Mei, dan 5 Juni 2008. Pada siklus II ini materi mulai dikembangkan untuk mendukung tercapainya kompetensi mahasiswa dalam membuat paragraf berbahasa Inggris yang baik dan efektif. Oleh sebab itu materi difokuskan pada Making a Topic Sentence and Develop It into a Good Paragraph. Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II sama dengan tahap-tahap pada siklus I hanya saja terdapat perbedaan langkah-langkah pada masing-masing tahap.

C. Pelaksanaan Pembelajaran pada Siklus III
Pada siklus III ini pun, secara umum rencana tindakan tetap sama dengan pada siklus I dan II, yaitu difokuskan pada diskusi kelompok. Sama halnya dengan kedua siklus sebelumnya, jumlah pertemuan pada siklus III ini adalah sebanyak 4 (empat) pertemuan, yaitu pada tanggal 12, 19, 26, dan 27 Juni 2008. Aktivitas pada siklus III ini difokuskan pada pengembangan kompetensi mahasiswa dalam correcting a paragraph. Tahap-tahapnya sama dengan pada siklus I dan II tetapi dengan penekanan yang berbeda.

D. Motivasi Belajar Writing 2
Untuk mengetahui bagaimana motivasi belajar mahasiswa setelah keseluruhan siklus dilaksanakan, mahasiswa sebagai subjek dalam penelitian ini diberikan kuesioner yang berisi 20 pertanyaan untuk mengungkap tingkat motivasi belajar mereka setelah tindakan. Kuesioner ini juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah model pembelajaran Cooperative Learning tipe Team Assisted Individualization (TAI) ini dapat membangkitkan motivasi mahasiswa untuk belajar writing.

E. Teknik Analisis Data
Beberapa teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kode dan mengkoding, catatan pinggir dan catatan reflektif, dan statistik deskriptif. Selanjutnya, dalam melakukan analisis terhadap hasil pekerjaan subjek digunakan berbagai kriteria yang meliputi Content, Organization, Discourse, Syntax, Vocabulary, dan Mechanics.

F. Indikator Keberhasilan Tindakan
Untuk memperoleh gambaran keberhasilan tindakan dalam penerapan model Cooperative Learning, khususnya tipe Team Assisted Individualization (TAI) pada penelitian ini, indikator-indikator yang digunakan meliputi aktivitas subjek dalam proses pembelajaran, motivasi belajar subjek, dan hasil belajar Writing subjek.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Tindakan dan Hasil Pembelajaran pada Siklus I
Pembelajaran pada siklus I ini dilaksanakan sebanyak empat pertemuan yaitu pada tanggal 27 Maret, 3 April, 10 April, dan 17 April 2008. Seluruh pertemuan pada siklus I ini berlangsung selama kurang lebih 2 x 50 menit. Materi yang dibahas dan dikembangkan adalah penguraian theme menjadi topic, subtopic, dan details serta pembuatan topic sentence.
Rerata pretest pada siklus I adalah 41,79, sedangkan rerata posttestnya 60,14 atau terjadi peningkatan skor tes sebesar 43,91 %. Sebanyak 19 (54,28 %) orang subjek mengalami peningkatan pada skor posttestnya, sementara 9 (25,71 %) orang subjek mengalami penurunan. Pada saat pelaksanaan pretest, sebanyak 1 orang subjek tidak masuk kuliah, sedangkan pada saat pelaksanaan posttest sebanyak 6 orang subjek yang tidak masuk kuliah. Dengan demikian, 7 (20 %) orang subjek tidak dapat ditentukan apakah mengalami peningkatan atau penurunan skor.
Sementara itu, dilihat dari nilai peningkatan masing-masing individu, sebanyak 15 (42,86 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 30, sebanyak 2 (5,71 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 20, sebanyak 6 (17,14 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 10, sebanyak 5 (14,28 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 5, dan sebanyak 7 (20 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 0 karena tidak mengikuti salah satu tes.

2. Tindakan dan Hasil Pembelajaran pada Siklus II
Proses pembelajaran pada siklus II difokuskan pada pengembangan subtopic menjadi sebuah paragraf yang baik (developing the topic sentence of a subtopic into a good paragraph). Siklus ini berlangsung selama 4 pertemuan yaitu pada tanggal 15 Mei, 22 Mei, 29 Mei, dan 6 Juni 2008.
Pengukuran kemampuan awal dan hasil pembelajaran pada siklus II dilakukan di awal dan akhir siklus. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa rerata skor pada pretest adalah 78,88, sedangkan rerata skor pada posttest adalah 73,27. Dengan demikian terjadi penurunan skor sebesar 7,11 %. Sebanyak 13 (37,14 %) orang subjek mengalami peningkatan pada skor posttest, sementara 17 (48,57 %) orang subjek mengalami penurunan pada skor posttestnya. Sebanyak 1 orang subjek tidak masuk pada saat pelaksanaan pretest, sedangkan pada saat pelaksanaan posttest sebanyak 5 orang subjek tidak masuk, sehingga 5 (14,28 %) orang subjek tidak dapat ditentukan apakah mengalami peningkatan atau penurunan skor.
Sementara itu, dilihat dari nilai peningkatan untuk masing-masing individu, tidak satu orang subjek pun yang memperoleh nilai peningkatan 30, sebanyak 10 (28,57 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 20, sebanyak 10 (28,57 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 10, sebanyak 10 (28,57 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 5, dan sebanyak 5 (14,28 %) orang subjek yang tidak memperoleh nilai peningkatan karena tidak mengikuti salah satu tes atau kedua-duanya.

3. Tindakan dan Hasil Pembelajaran pada Siklus III
Sama halnya dengan kedua siklus sebelumnya, siklus III ini terdiri dari 4 pertemuan, masing-masing pertemuan selama kurang lebih 100 menit. Pertemuan-pertemuan tersebut terjadi pada tanggal 12, 19, 26, dan 27 Juni 2008. Materi pada siklus ini difokuskan pada mengoreksi kesalahan pada paragraf, baik itu kesalahan pada grammar, verb tense, vocabulary, punctuation, maupun pada spelling.
Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa rerata skor pretest adalah 62,42, sedangkan rerata skor posttest adalah 72,67. Ini berarti terjadi peningkatan rerata skor sebesar 9,25 atau 27,72 %. Sebanyak 24 (68,57 %) orang subjek mengalami peningkatan skor dan hanya 2 (5,71 %) orang subjek yang mengalami penurunan skor. Sebanyak 9 (25,71 %) orang subjek tidak mengikuti salah satu tes atau kedua-duanya sehingga tidak dapat diketahui apakah mengalami peningkatan atau penurunan skor.
Sementara itu, dilihat dari nilai peningkatan, sebanyak 7 (20 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 30, sebanyak 16 (45,71 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 20, sebanyak 2 (5,71 %) orang subjek memperoleh nilai peningkatan 10, tidak ada subjek yang memperoleh nilai peningkatan 5, dan 10 (28,57 %) orang subjek tidak memperoleh nilai peningkatan karena tidak mengikuti salah satu tes atau kedua-duanya.
Dari skor hasil pretest dan posttest siklus III ini, dosen memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan rerata nilai peningkatan masing-masing kelompok dengan kriteria cukup, baik, sangat baik, dan sempurna. Kelompok I memiliki rerata nilai peningkatan 16 dengan kriteria baik, kelompok II memiliki rerata nilai peningkatan 4 dengan kriteria cukup, kelompok III memiliki rerata nilai peningkatan 24 dengan kriteria sangat baik, kelompok IV memiliki rerata nilai peningkatan 16 dengan kriteria baik, kelompok V memiliki rerata nilai peningkatan 18 dengan kriteria baik, sementara itu kelompok VI memiliki rerata nilai peningkatan 16 dengan kriteria baik dan kelompok VII memiliki rerata nilai peningkatan 16 dengan kriteria baik.

4. Motivasi Belajar Writing dan Evaluasi Kelompok setelah Tindakan Pembelajaran
Rerata skor motivasi adalah 78,697. Dengan rerata skor ini tingkat motivasi mahasiswa dalam proses pembelajaran Writing 2 dapat dikatakan cukup tinggi.

5. Kesulitan-kesulitan yang Dihadapi Subjek dalam Belajar Writing
Peneliti melakukan interviu sebanyak tiga kali (tanggal 10 April 2008, 15 Mei 2008, dan 22 Mei 2008) terhadap 5 orang subjek pada masing-masing tahapan interviu (sehingga total 15 subjek) guna memperoleh data tentang kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam belajar writing dan pendapat mereka mengenai model Cooperative Learning tipe Team Assisted Individualization (TAI) yang diterapkan pada proses pembelajaran Writing 2.
Dari hasil interviu tersebut diketahui bahwa subjek mengalami kesulitan pada structure dan grammar, serta penguasaan vocabulary, subjek merasa kesulitan sharing dalam kelompok karena rekan-rekan satu kelompoknya yang lebih pandai merasa keberatan untuk membagi pengetahuannya, anggota kelompok yang sudah bisa tidak mau mengajari anggota kelompok yang belum bisa, sejumlah mahasiswa tinggal di rumah orang tuanya (tidak indekost dengan rekan-rekan mahasiswa lainnya) sehingga tidak bisa bertanya ketika mengalami kesulitan dalam belajar, dan pembagian kelompok untuk mata kuliah Writing 2 ini dirasakan lebih kondusif dan menyenangkan karena kemampuan anggota kelompok yang bervariasi serta tiap-tiap anggota yang makin menyadari tugas dan kewajibannya membuat kelompok makin kompak dan solid untuk belajar bersama. Selain itu, pemberian tugas, pembahasan hasil tugas, dan klarifikasi oleh dosen cukup memacu semangat mahasiswa dalam belajar.

B. Pembahasan
1. Tindakan dan Hasil Pembelajaran pada Masing-masing Siklus
Pretest dan posttest siklus I dikerjakan oleh subjek secara individu. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan masing-masing individu subjek baik sebelum maupun setelah pelaksanaan tindakan. Dari hasil pretest dan posttest dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek mengalami peningkatan skor. Hal ini menyebabkan skor hasil belajar secara keseluruhan meningkat pula. Peningkatan yang terjadi sebesar 43,91 %, yaitu dari skor awal 41,79 menjadi 60,14.
Meskipun demikian, dari analisis yang dilakukan dosen terhadap hasil pekerjaan subjek pada saat pretest ditemukan fakta bahwa sebagian besar subjek atau mahasiswa tidak memberikan jawaban pada item perintah membuat topic sentence. Bahkan ada beberapa subjek yang tidak mengerti sama sekali maksud soal meskipun pada saat pelaksanaan pretest dosen sudah memberikan gambaran maksud soal. Subjek yang tidak memahami maksud soal ini lalu membuat paragraf pendek tanpa mengurai theme menjadi topic, topic menjadi subtopic, dan memberikan details untuk masing-masing subtopic.
Pada siklus II, cara pengerjaan pretest dan posttest berbeda. Pretest dikerjakan secara berkelompok sedangkan posttest dikerjakan secara individu. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan hasil jika dua tes dengan tingkat kesulitan setara dikerjakan secara berkelompok dan secara individu. Kedua tes tersebut merupakan pengembangan dari tes untuk siklus I, yaitu mengurai theme menjadi topic, subtopic, dan details, membuat topic sentence dan kemudian mengembangkannya menjadi paragraf. Hanya saja themes pada posttest berbeda dengan yang diberikan pada pretest. Aktivitas membuat paragraf yang baik merupakan fokus inti dari keseluruhan proses pembelajaran mata kuliah Writing 2 karena menjadi dasar bagi mata kuliah Writing 3 nantinya.
Analisis terhadap hasil pretest menunjukkan bahwa nilai pretest cukup baik dengan rentangan nilai antara 76 – 87. Hal ini dimungkinkan karena pretest dikerjakan secara berkelompok, sehingga sesama anggota kelompok dapat saling membantu dalam menyelesaikan tugas. Meskipun demikian, agar subjek fokus pada kelompoknya masing-masing tiap kelompok diberi theme yang berbeda sehingga dapat dilihat kemampuan masing-masing kelompok dan tidak ada kelompok yang hasil karangannya sama.
Lebih banyak subjek yang mengalami penurunan pada skor posttest menyebabkan rerata skor posttest juga menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan cara pengerjaan soal pretest dengan posttest yang berbeda walaupun tingkat kesukaran soal diupayakan setara. Soal pada pretest yang dikerjakan secara berkelompok menyebabkan subjek dapat memadukan ide dan pendapatnya dengan rekan-rekan satu kelompoknya. Kumpulan hasil pemikiran dari berbagai tingkatan kemampuan yang berbeda ini akan bersifat saling melengkapi sehingga hasil pekerjaan pun akan menjadi lebih baik. Berbeda halnya dengan saat mengerjakan soal posttest, subjek diharuskan mengerjakan soal secara individual sehingga sejumlah subjek skornya menurun. Meskipun demikian, tetap ada subjek yang skornya meningkat sehingga perbandingan antara jumlah subjek yang skornya meningkat dengan yang skornya menurun tidak terlalu jauh.
Pada siklus III, soal pretest maupun posttest dikerjakan secara berkelompok. Skor hasil pretest memiliki rerata 62,42, sedangkan rerata skor posttest adalah 72,67. Ini berarti terjadi peningkatan rerata skor hasil tes sebesar 10,25 atau 16,42 %. Peningkatan rerata skor terjadi karena banyaknya jumlah subjek yang skornya meningkat. Hal ini kemungkinan disebabkan cara pengerjaan pretest dan posttest yang dilakukan secara berkelompok.
Sementara itu, dari skor hasil tes pada siklus III dapat diketahui pula rerata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok. Sebagian besar kelompok memperoleh rerata peningkatan nilai yang cukup tinggi dengan kriteria baik, bahkan ada yang memperoleh predikat sempurna karena rerata peningkatan nilai yang diperoleh cukup signifikan. Meskipun demikian, ada satu kelompok yang rerata nilai peningkatannya rendah sehingga hanya memperoleh predikat cukup. Ini disebabkan beberapa anggota kelompoknya tidak berangkat sewaktu dilaksanakan posttest sehingga tidak bisa memberikan kontribusi terhadap kelompoknya. Yang menjadi keunggulan model pembelajaran kooperatif ini adalah selalu menghargai setiap upaya yang dilakukan individu maupun kelompok, sehingga serendah apapun nilai yang diperoleh, dosen tidak berhak memberikan predikat buruk.

2. Motivasi Belajar Writing setelah Tindakan Pembelajaran
Berdasarkan hasil analisis terhadap skor hasil pengukuran tingkat motivasi mahasiswa dapat diketahui bahwa rerata skor adalah 78,69. Dari rerata ini, yang meskipun tidak terlalu tinggi, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan motivasi mahasiswa dalam dalam belajar writing.
Selain dilihat dari skor pengukuran, hasil interviu yang dilakukan terhadap 15 subjek menunjukkan bahwa model pembelajaran ini relatif lebih interaktif, menyenangkan, dan tidak membosankan. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran ini tidak menekankan pada metode ceramah semata yang hanya bersifat satu arah. Adanya pemberian latihan-latihan yang harus didiskusikan secara berkelompok membuat mahasiswa bisa saling bertukar ide, pendapat, dan pemikiran dengan rekan-rekan satu kelompoknya yang memiliki tingkat kemampuan dan latar belakang yang bervariasi. Dosen juga terlibat secara aktif dengan memonitor jalannya diskusi dengan berkeliling kelas dan berupaya memberikan bantuan jika mahasiswa mengalami kesulitan.
Dalam proses pembelajaran dosen juga memberikan kesempatan yang luas kepada mahasiswa untuk saling melontarkan pendapat dan sanggahan pada diskusi tingkat kelas. Meskipun demikian, dosen tetap memberikan klarifikasi untuk menghindari misunderstanding pada mahasiswa. Selalu diupayakan tercipta suasana rileks tetapi tetap terkendali agar mahasiswa tidak merasa takut dan tertekan selama proses pembelajaran sehingga mereka dapat leluasa berpikir dan mengeluarkan ide-idenya.

3. Kesulitan-kesulitan yang Dihadapi Subjek dalam Belajar Writing
Pada proses pembelajaran writing ini, ada beberapa hal yang dianggap mahasiswa merupakan kendala dalam menguasai keterampilan writing. Yang pertama adalah ketika ada rekan-rekan satu kelompok yang sudah memahami materi tetapi tidak mau berbagi dengan rekan-rekan yang belum paham. Ini mengakibatkan mahasiswa yang memiliki kemampuan kurang kemudian tidak merasa cukup percaya diri untuk mengeluarkan ide-ide dan pendapatnya. Akan tetapi hal ini sudah diupayakan diminimalisir dengan teknik pembagian kelompok yang memperhatikan karakteristik tiap-tiap individu.
Yang kedua adalah kesulitan yang dialami mahasiswa yang tidak tinggal atau indekost di sekitar kampus STAIN, kesulitan yang dihadapi adalah ketika belajar di rumah dan tidak memahami materi yang harus dipelajari, mereka tidak bisa bertanya kepada orang lain di sekitarnya. Berbeda halnya dengan mahasiswa yang indekost, terlebih lagi yang tinggal bersama-sama dengan teman-teman sesama mahasiswa program studi Bahasa Inggris, mereka memiliki kesempatan yang luas untuk saling bertanya dan sharing pengetahuan.
Dari data empiris yang diperoleh dengan menganalisis hasil pekerjaan mahasiswa berupa paragraf-paragraf berbahasa Inggris yang dikerjakan secara berkelompok dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa mengalami kesulitan pada grammar dan content. Pada grammar, banyak kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan bahasa Inggris. Banyak pula kesalahan pada verb tense dan pemilihan vocabulary. Pada verb tense, ketidaksesuaian terjadi antara subject dengan verbnya, misalnya “It make many women is raped by the man” atau “Japan have quality and quantity better than the other countries”. Kesalahan juga banyak terjadi pada pembuatan noun phrase, yaitu kesalahan dalam menempatkan noun inti (head noun) dengan pre- atau post-modifiernya yang terbalik.
Selain itu, kesulitan juga dialami mahasiswa dalam menyesuaikan content dengan subtopicnya. Mahasiswa dituntut untuk menggunakan penalarannya sehingga dapat membuat paragraf yang logis dan tidak menyimpang dari outlinenya. Sejumlah paragraf yang dibuat mahasiswa tidak diperkuat oleh supporting details atau kalimat-kalimat pendukung yang bisa memperjelas statement yang mereka tulis. Seringkali hanya diberikan contoh-contoh pada paragraf tersebut tanpa diberikan sedikit uraian tentang contoh-contoh tersebut.

V. SIMPULAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan terhadap temuan-temuan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe Team Assisted Individualization (TAI ) dapat meningkatkan kemampuan writing mahasiswa dan menumbuhkan motivasi mahasiswa dalam belajar writing. Kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa adalah pada grammar, verb tense, dan pemilihan vocabulary, penyesuaian content dengan outline, dan pembuatan supporting details. Pada proses pembelajarannya, kesulitan juga dialami mahasiswa dalam bekerja sama dengan rekan-rekan sekelompoknya ketika ada anggota kelompok yang sudah memahami materi tetapi tidak mau menjelaskan kepada anggota kelompok yang belum bisa. Selain itu, bagi mahasiswa yang tinggal jauh dari kampus, kesulitan dialami ketika mereka harus belajar di rumah dan tidak memahami materinya, mereka tidak dapat bertanya kepada orang-orang di sekitarnya.

REFERENSI

Anita Lie, 2002, Cooperative Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, Jakarta: PT Grasindo.

Brown, 2001, Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Paedagogy, New York: Addison Wesley Longman.

Ellis, Carol Ann & Reed, Cheryl, 2003, New Directions for Writers Volume 1: College Writing and Beyond, New York: Addison Wesley Longman.

Hyland, Ken, 2002, Teaching and Researching Writing, England: Pearson Education.

Johnson, D.W. & Johnson, R.T., 1991, Learning Together and Alone: Cooperative, Competitive, and Individualistic Learning (3rd edition), Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall.

M. Alisuf Sabri, 1993, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

Nurhadi, 2003, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL), Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Rochiati Wiriatmaja, 2005, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rosenberg, Vivian M., 1989, Reading, Writing, Thinking, New York: Random House.

Siberman, Mel, 2000, Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject, terjemahan: Sarjuli dkk, Jakarta: Penerbit YAPPENDIS.

Slavin R., 1990, Cooperative Learning: Theory, Research and Practice, Englewoods Cliff, NJ: Prentice-Hall.

Penulis dilahirkan di Metro tanggal 29 Agustus 1975. Menyelesaikan S1 Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 1999 dan S2 Penelitian & Evaluasi Pendidikan Program Pascasarjana di universitas yang sama pada tahun 2003. Bertugas sebagai pengajar pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STAIN Jurai Siwo Metro sejak tahun 2004 sampai dengan sekarang.

1 komentar:

  1. Ya, terima kasih... ada kuisioner untuk megetahui respon siswa terhadap pembelajaran ini nggak? kalau ada infokan ke zainurrahmankalero@gmail.com

    Main ke http://zainurrahmans.wordpress.com

    BalasHapus